Jakarta – Mendekati tutup tahun, pemerintah memprediksi penerimaan negara, khususnya dari sektor pajak, hanya 85-87 %. Lalu penerimaan dari bea dan cukai diproyeksikan hanya mentok dikisaran 91%. Seretnya penerimaan negara tidak lepas dari kasus-kasus ilegal yang melibatkan wajib pajak dan pelaku bisnis. Karena itu, untuk mengamankan penerimaan negara, Kemenkeu menggandeng Badan Intelijen Negara (BIN).
Menkeu Bambang Brodjonegoro dan Kepala BIN Sutiyoso kemarin (26/11) menandatangani nota kesepahaman di gedung Kemenkeu. “Tentunya MoU ini mempererat sinergi antara dua institusi dalam pemerintahan dalam memperkuat APBN dari sisi penerimaan. Fokusnya adalah pajak serta be a dan cuka,” papar Bambang kemarin.
Ruang lingkup kerja sama dalam nota kesepahaman itu, antara lain, terkait dengan pelaksanaan deteksi dini permasalahan penerimaan perpajakan, kemudian upaya efektif dalam pencapaian target penerimaan perpajakan. Selain itu, berhubungan dengan peningkatan dan pengembangan intelijen perpajakan dan kerja sama intelijen di tingkat pusat dan daerah. “Juga pemanfaatan data informasi terkait masalah penerimaan perpajakan.” ujarnya.
Karena itu, Kemenkeu akan menyerahkan data dan informasi terkait dengan permasalahan penerimaan perpajakan yang berpotensi menimbulkan ancaman dan hambatan bagi penerimaan negara. Yang menjadi target utama dalam waktu dekat adalah para pelaku bisnis ilegal. Sebenarnya Kemenkeu telah bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk membantu melacak transaksi keuangan pihak-pihak yang dinilai melakukan bisnis ilegal.
Ketua Dewan Informasi Strategis dan Kebijakan BIN Dradjad Wibowo menambahkan, ada dua pola yang akan dilakukan. Pertama pihaknya menerima data dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea Cukai mengenai para terduga pelaku bisnis ilegal. Yang kedua adalah memanfaatkan informasi dari jaringan intelijen, baru kemudian diserahkan kepada DJP dan Ditjen Bea Cukai untuk ditindaklanjuti. Namun, dia memastikan tidak ada interaksi antara pihaknya dan pihak yang ditargetkan.
“Kami tidak ada interaksi langsung. Jadi orang pajak dan be a cukai yang nanti berinteraks. Kami hanya mengumpulkan data dan informasi,” tegasnya. Dengan keterlibatan BIN, pihaknya bakal membantu DJP yang selama ini sulit mengetahui besaran transaksi keuangan para wajib pajak di perbankan. “Jadi, BIN punya kewenangan meminta transaksi dari BI (Bank Indonesia) dan mereka wajib (memberikan),” imbuhnya.
Sumber : Jawa pos, Jumat – 27 November 2015, hal. 5